Sabtu, 04 Agustus 2012


 
NASIONAL - HUKUM
Jum'at, 03 Agustus 2012 , 23:27:00

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus berani hadir dalam sidang praperadilan gugatan tersangka kasus korupsi restitusi pajak KPP Sidoarjo, James Gunardjo. Agenda itu harus benar-benar dimanfaatkan KPK guna membuktikan bahwa mereka tidak salah.

"Institusi apapun tidak bebas dari kesalahan. Semestinya ini dimanfaatkan KPK untuk membuktikan bahwa mereka benar. Jika mereka salah, mereka harus berani mempertanggungjawabkan kesalahannya," kata pengamat hukum, Hendardi saat dihubungi, Jumat (3/8).

KPK, lanjut Hendardi, harus bersikap fair, karena dengan adanya sidang pra peradilan, berarti ada ruang koreksi.

"Dia harus berani menghadapinya. Alasan ketidakhadiran pun harus jelas," tegas Hendardi.

Apabila nantinya KPK tetap tidak menghadiri persidangan, kata Hendardi, maka majelis hakim berhak melanjutkannya dengan pembacaan putusan.

"Jika terus tidak hadir, ada batas ketidakhadiran, dan majelis hakim mesti melanjutkan dengan putusan," katanya.

Seperti diketahui sebelumnya, KPK mangkir dari sidang perdana praperadilan yang dilayangkan James Gunarjo, tersangka kasus dugaan suap restitusi pajak PT Bhakti Investama Tbk yang di gelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/7) lalu.

Hakim tunggal Achmad Dimyati, dalam persidangan menegaskan pengadilan telah melayangkan surat panggilan ke KPK secara layak dan patut, namun karena tidak hadir dalam persidangan pengadilan akan mengirimkan surat panggilan kedua.

"Surat pangilan ke KPK sudah dikirim dan sudah diterima oleh staf KPK, tapi tidak hadir, kami akan memanggil kembali secara patut, untuk hadir pada persidangan pekan depan," kata Hakim Dimyati.

Atas ketidakhadiran KPK, hakim menunda sidang hingga Senin 6 Agustus pekan depan dan meminta kepada pihak penggugat James Gunarjo, melalui kuasa hukumnya untuk kembali hadir.

"Sidang ditunda untuk panggil pihak KPK, sidang dilanjutkan Senin, 6 Agustus, pekan depan," tegas Hakim Dimyati.

Sementara Kuasa Hukum James Gunarjo, Sehat Damanik menuding ketidakhadiran KPK karena diduga sengaja mengulur waktu agar dapat menyelesaikan pemberkasan penyidikan. (fas/jpnn)

Jumat, 19 Agustus 2011

Surat Nazar Tidak Berdampak Hukum

Surat Nazar Tidak Berdampak Hukum
Icha Rastika | Benny N Joewono | Jumat, 19 Agustus 2011 | 17:45 WIB

|

JAKARTA, KOMPAS.com — Praktisi hukum Todung Mulya Lubis berpendapat, surat yang dikirimkan tersangka kasus dugaan suap wisma atlet Muhammad Nazaruddin kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak berdampak pada proses hukum yang sedang dijalani Nazaruddin saat ini.
"Surat kepada Presiden boleh saja dilakukan sebagai warga negara, tapi tidak mempunyai dampak hukumnya sama sekali," kata Todung di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, Jumat (19/8/2011).
Hal itu disampaikan Todung menanggapi surat yang ditulis Nazaruddin untuk Yudhoyono. Isi surat itu menyebutkan permintaan Nazaruddin kepada Yudhoyono untuk memberikan ketenangan bagi anak dan istrinya.
Sebagai gantinya, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu akan bungkam. Nazaruddin juga meminta langsung dipenjara tanpa mengaku proses persidangan. Menurut Todung, Presiden tidak dapat memutuskan untuk menghentikan proses hukum terhadap Nazaruddin.
"Yang memutuskan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan penyidikan itu semata-mata adalah KPK, berdasarkan undang-undang," ungkapnya.
Secara terpisah, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti menilai, surat Nazaruddin untuk Yudhoyono merupakan suatu hal yang lucu. Sebab, surat kepada Presiden umumnya dikirimkan terpidana setelah putusan pengadilan untuk permohonan grasi.
"Tapi ini, belum pengadilan sudah mengatakan akan masuk penjara, anak istri bebas. Memang anaknya bebas karena tidak tersangkut apa-apa. Tapi istrinya belum tentu, ini juga satu persoalan. Apa benar istrinya itu ibu rumah tangga biasa?" tutur Ikrar.