Memberantas Mafia, Siapa Takut ? |
|
|
|
Oleh : Tigor Damanik, SH
Mafia
disebut sebagai : "perkumpulan rahasia yang bergerak dibidang
kejahatan atau kriminal. Jaringan kerja (net work ) dan kerja sama tim
(team work ) antar personil mafia yang dinamakan "mafioso" umumnya
terorganisir sangat rapi dan hampir mendekati sempurna (perfect) .
Cara kerja dan keberhasilan penyelesaian atas
setiap tugas yang diberikan karena umumnya personilnya, di/ter-rekrut
dari para oknum penegak hukum maupun non penegak hukum legal dan
mayoritas aktif berdinas. Dari berbagai profesi , seperti pengacara,
polisi, jaksa , KPK, hakim, pejabat negara/pemerintah (PNS) dan pegawai
bank, dan lain sebagainya. Mereka umumnya masih aktif berdinas dan
sarat dengan pengalaman dimasing-masing bidang tugasnya.
Disamping
memiliki profesionalisme tinggi, handal dan cerdas, umumnya tim
"rekrutan" rata-rata bersikap supel, pergaul/bersahabat dan memiliki
pengaruh kuat, terutama di lingkungan birokrasi di masing-masing
institusinya, khususnya di institusi penegakan hukum. Sehingga kiat dan
trik-trik bagaimana cara mencapai tujuan tim, antara lain untuk
menggolkan/memenangkan dan atau menganulir/mengalahkan suatu
perkara/kasus/hukum, termasuk opini, umumnya mereka sudah sangat
piawai.
Manuver dan cara bermain mereka,
pada umumnya amat rapi dan cantik. Karena rata-rata diantara mereka
rata-rata memang menguasai berbagai disiplin ilmu dan bidang tugas.
Bahkan dalam praktik dilapangan mereka sangat lihai dan bahkan licik ,
terutama didalam mengolah,mengelola dan memainkan serta memanipulasi
setiap pasal demi pasal di dalam kitab perundang-undangan.
Dengan
obsesi, bagaimana mengalahkan ataupun untuk memenangkan salah satu
pihak yang sedang bersengketa/berperkara. Seringkali mereka bak pedang
bermata dua. Menusuk ke kiri dan kekanan, dalam arti meraup keuntungan
dari dua pihak yang berperkara/bersengketa.
Tujuan
akhir kelompok ini tidak lain adalah harta/uang dan tahta/kekuasaan
yang menjadikan mereka kaya raya, hidup mewah dan bersenang-senang.
Semua mereka miliki, mulai dari harta, tahta , maupun (akhirnya) wanita
sebagai penghibur sekaligus pendukung operasi. Ketika praktik operasi,
biasanya yang salah mereka benarkan dan yang benar disalahkan.Termasuk
gemar dan nafsu meng-utak-atik pasal demi pasal dari berbagai peraturan
hukum/perundang-undangan.
Kelompok oknum
nakal (mafioso) ini secara rutin dan teratur mengadakan berbagai
pertemuan, terbuka dan umumnya bersifat rahasia. Biasanya setiap
pertemuan/rapat dilakukan secara rahasia, lebih sering pada waktu malam
hingga dini hari !. Baik untuk pertemuan rutin, terutama pertemuan
khusus dan yang bersifat dadakan.
Salah
satu gaya, perilaku dan lakon para mafioso antara lain terlihat , bahwa
bilamana sedang berlangsung sidang di depan pengadilan, para oknum
nakal (yang telah menyusup) ini tampak sudah sangat menguasai materi
bidang ilmu hukum dan berdebat (seolah) secara "all out"
(habis-habisan). Terkadang tampak sambil berkecak pinggang , bahkan
terlihat ganas sambil menggebrak-gebrak meja serta dengan teriakan yang
sangat keras dan membahana.
Padahal,
seusai sidang, dan sesuai waktu dan tempat yang telah ditentukan dan
disepakati (sebelumnya) , para mafioso lalu mengadakan pertemuan sambil
"kongkow-kongkow", duduk-duduk - bersantai-ria sekaligus ngerumpi atau
markombur ( bahasa Simalungun), sambil makan minum-minum ( teh, kopi,
capuccino, dan lain-lain) guna mengatur strategi/siasat mengenai siapa
yang akan dimenangkan dalam suatu perkara. Lalu siapa yang akan
dikalahkan, dan berapa besaran jumlah uang yang akan
diperoleh/dihasilkan yang untuk kemudian, ketika tiba waktunya lalu
dibagi-bagikan secara pro rata dan atau secara proporsional kepada
masing-masing anggota mafia.
Didalam
membagi-bagikan dan atau menerima uang hasil operasi, jangan ditanya,
mereka juga ekstra hati-hati. Amat sangat teliti dan hampir tanpa cela.
Setiap materi yang akan dibagikan dan atau yang akan diterima, berupa
uang atau non-uang dari pihak dibantu/tolong, umumnya tidak diterima
melalui pemindahbukuan/non-tunai di rekening bank , atau tidak berupa
cheque atau bilyet giro dan lain-lain.
Karena
praktik penerimaan hasil seperti ini, mereka yakini dan sesuai
pengalaman, cepat atau lambat pasti akan terdeteksi dan ketahuan dan
berbahaya karena pasti akan terpantau pada administrasi pembukuan bank
dan termonitor oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan). Sehingga setiap penerimaan hasil jasa, umumnya dilaksanakan
secara kontan/tunai (fisik) disebuah tempat dan waktu tertentu (secara
rahasia) yang telah disepakati bersama antara pihak yang ditolong
dengan mafioso.
Mafioso
Istilah
"mafia hukum" mencuat dan semakin populer tatkala muncul kasus
pembunuhan terhadap Nasruddin Zulkarnaen, seorang direktur salah satu
perusahaan BUMN, yang diduga dilakukan atas suruhan mantan Ketua KPK,
Antasari Azhar, yang juntrungan kasus dan keputusan hukumannyapun penuh
misteri dan banyak mengandung kejanggalan dan tidak masuk akal sehat
manusia normal.
Bahkan istilah mafia
semakin populer tatkala muncul kasus mafia pajak "Gayus". Ibarat benang
"kusut" , yang diduga banyak melibatkan pejabat teras negeri, di
bidang hukum maupun non-hukum. Termasuk kasus Sjahril Djohan yang
diduga sebagai mafia hukum, dimana kedua kasus ini terbongkar berkat
testimoni dan keterbukaan pengungkapan oleh Komjen Polisi Susno Duadji,
perwira tinggi gagah berani , yang mengungkap namun (eehh ... ) malah
ditangkap !, dengan berusaha mencari-cari kelemahan dan kesalahan sang
jendral hingga ke yang secuil-cuilnya.
Termasuk
berbagai kasus jumbo lain seperti kasus bail out Bank Century sebesar
Rp. 6,7 triliun, kasus rekening gendut pati Polri , kasus suap Deputy
Gubernur Senior BI Miranda Goeltom yang "memenjarakan" sejumlah politisi
partai, dan lain-lain yang hingga kini masih menyimpan "sejuta
misteri" dan seolah tak tersentuh hukum. Meski terdapat beberapa
diantaranya sudah mendapat keputusan pengadilan, namun oleh sebahagian
besar kalangan masyarakat masih dirasa jauh dari keterbukaan, apalagi
jauh dari rasa keadilan.
Kasus Anggodo
Widjojo, juga belum mengungkap fakta sebenarnya. Siapa yang menyuap dan
siapa saja yang disuap (kepada siapa-siapa saja "uang" suap
diberikan). Termasuk , apakah benar melibatkan pimpinan KPK (Bibit Samad
Rijanto dan Chandra M Hamzah ) yang sudah di "anugerahi" deponeering
(mengesampingkan perkara demi kepentingan umum, sesuai UU No. 16 /2004
Tentang Kejaksaan pasal 35 butir c) oleh Jaksa Agung.
Kasus
Antasari Azhar, meski telah di vonis oleh hakim pengadilan selama 18
tahun penjara, namun diduga, masih menyimpan misteri. Fakta di
pengadilan belum sepenuhnya terungkap dan terbukti. Antara lain, siapa
pembunuh (hukum material) Nasruddin Zulkarnaen (korban) yang sebenarnya.
Terungkap bahwa ketika dipindahkan ke LP Tangerang, Antasari Azhar
sempat berucap jangan sampai terjadi error in persona dan error in
objecto dalam kasusnya.
Bahwa siapa yang
berbuat, dialah yang harus dihukum. Jangan sampai menghukum orang tidak
bersalah. Jangan pula sampai mempelesetkan dan atau "me-melar-kan"
kasusnya, apakah kasus dugaan pembunuhan ataukah kasus cinta segitiga (
Rani Juliani ) bak roman picisan ?. Seperti rekayasa kasus tapu sulit
untuk membuktikannya, yaitu, gara-gara bergentayangannya para mafioso di
bumi pertiwi !.
Ketika itu bahkan
Antasari Azhar berkata dan dengan penuh harap, dimana kedepannya
Indonesia harus bersih dari berbagai praktik korupsi. Korupsi sudah
sangat "menggurita" dan sudah meraja-lela hampir diseluruh sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Suka atau tidak suka, setuju atau
tidak setuju, survei membuktikan bahwa Antasari Azhar merupakan sosok
pria pemberani dan pelopor penangkapan dan penahanan para koruptor
hingga menginap di hotel prodeo, khususnya bagi para koruptor kelas
kakap, tanpa pandang bulu !.
Sjahril
Djohan, pria yang meski sudah berusia tua namun masih tampak
gagah/"flamboyan dan berwibawa. Sosok yang diduga sering mangkal di
lokasi-lokasi kantor para penegak hukum. Bahkan disinyalir kala itu
memiliki "lapak" atau ruangan kantor di lingkungan Mabes Polri. Yang
bersangkutan telah dihukum tapi relatif "ringan" dan kelanjutannya
seolah selesai begitu-begitu saja tanpa ada orang /oknum lain, apalagi
tokoh "kunci" yang terseret atau terjerat hukum , baik dari oknum
pejabat Polri maupun non-Polri.
Berikut
dugaan kasus Cyrus Sinaga, jaksa yang terkesan "alot" untuk
memprosesnya. Sehingga sampai mengundang teka teki dan atau spekulasi
bahwa dia memegang "kartu truf" dalam kasus Antasari Azhar. Tapi
syukurlah, meski last but not least (lebih baik terlambat dari pada
tidak sama sekali) , baru baru ini Polri telah menetapkannya sebagai
tersangka dan sekaligus melakukan penahanan.
Tanpa
dinyana, mencuat pula (lagi) kasus perbankan yang diduga dilakukan
oleh seorang "kartini" berjabatan senior relationship manager bernama
"Malinda Dee". Diduga telah menggelapkan uang nasabah sebesar Rp. 17
miliar dan kasus debt collector ( juga di Citibank) yang memakan korban
tewas debiturnya. Disusul kasus pembobolan deposito di Bank Mega
senilai kurang lebih Rp. 111 miliar, kali ini dilakukan oleh "kartono" ,
direktur keuangan PT. Elnusa, salah satu anak perusahaan Pertamina ,
yang "secara" logika ulahnya pasti tidak akan berhasil jika tidak
dibantu dan atau terdapat kerja sama dengan orang dalam bank !.
Penutup
Mafia,
sebuah organisasi tidak tampak dalam sebuah bentuk sebagaimana halnya
bentuk organisasi resmi . Organisasi mafia merupakan organisasi
illegal. Mafia eksis di dalam praktik kehidupan sehari-hari,
ber-organisasi, ber-bisnis, berkarya dan lain-lain. Kalaupun tampak,
keberadaan mafia paling-paling tampak secara samar-samar. Malah,
kalaupun suatu saat terlihat nyata dan jelas "ulah-jahatnya", pasti tak
seorangpun yang berani menegur, apalagi untuk mengusiknya, karena
risikonya "nyawa bisa melayang!" !.
Memberantas
dan lalu mengikis habis praktik –praktik mafia di bumi "pancasila",
mafia hukum, mafia pajak, bahkan kemungkinan ada mafia kredit/perbankan
serta mafia-mafia lain , mutlak didukung oleh usaha yang
sungguh-sungguh serta bersifat luar biasa ( extra ordinary ).
Luar
biasa, dalam arti berupa tindakan nyata. Berani, keras, tegas dan
tidak pandang bulu atau tebang pilih. Nobat atau "nongol, babat !" jika
muncul praktik-praktik mafia didalam kehidupan pergaulan kemasyarakat,
di instansi-instansi/perusahaan, di bank-bank dan lainnya.
Harus langsung dikomandani sang Presiden sebagai "number one" di republik ini!. Siapa takut ?. ***
Penulis adalah Alumnus FHUI Jakarta, Dosen FH Unija Jakarta 1983-1990 dan Pemerhati Masalah Hukum, Sosial & Politik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar