Selasa, 07 Juni 2011

Memberantas Mafia, Siapa Takut ?


Oleh : Tigor Damanik, SH
Mafia disebut sebagai : "perkumpulan rahasia yang bergerak dibidang kejahatan atau kriminal. Jaringan kerja (net work ) dan kerja sama tim (team work ) antar personil mafia yang dinamakan "mafioso" umumnya terorganisir sangat rapi dan hampir mendekati sempurna (perfect) .
Cara kerja dan keberhasilan penyelesaian atas setiap tugas yang diberikan karena umumnya personilnya, di/ter-rekrut dari para oknum penegak hukum maupun non penegak hukum legal dan mayoritas aktif berdinas. Dari berbagai profesi , seperti pengacara, polisi, jaksa , KPK, hakim, pejabat negara/pemerintah (PNS) dan pegawai bank, dan lain sebagainya. Mereka umumnya masih aktif berdinas dan sarat dengan pengalaman dimasing-masing bidang tugasnya.
Disamping memiliki profesionalisme tinggi, handal dan cerdas, umumnya tim "rekrutan" rata-rata bersikap supel, pergaul/bersahabat dan memiliki pengaruh kuat, terutama di lingkungan birokrasi di masing-masing institusinya, khususnya di institusi penegakan hukum. Sehingga kiat dan trik-trik bagaimana cara mencapai tujuan tim, antara lain untuk menggolkan/memenangkan dan atau menganulir/mengalahkan suatu perkara/kasus/hukum, termasuk opini, umumnya mereka sudah sangat piawai.
Manuver dan cara bermain mereka, pada umumnya amat rapi dan cantik. Karena rata-rata diantara mereka rata-rata memang menguasai berbagai disiplin ilmu dan bidang tugas. Bahkan dalam praktik dilapangan mereka sangat lihai dan bahkan licik , terutama didalam mengolah,mengelola dan memainkan serta memanipulasi setiap pasal demi pasal di dalam kitab perundang-undangan.
Dengan obsesi, bagaimana mengalahkan ataupun untuk memenangkan salah satu pihak yang sedang bersengketa/berperkara. Seringkali mereka bak pedang bermata dua. Menusuk ke kiri dan kekanan, dalam arti meraup keuntungan dari dua pihak yang berperkara/bersengketa.
Tujuan akhir kelompok ini tidak lain adalah harta/uang dan tahta/kekuasaan yang menjadikan mereka kaya raya, hidup mewah dan bersenang-senang. Semua mereka miliki, mulai dari harta, tahta , maupun (akhirnya) wanita sebagai penghibur sekaligus pendukung operasi. Ketika praktik operasi, biasanya yang salah mereka benarkan dan yang benar disalahkan.Termasuk gemar dan nafsu meng-utak-atik pasal demi pasal dari berbagai peraturan hukum/perundang-undangan.
Kelompok oknum nakal (mafioso) ini secara rutin dan teratur mengadakan berbagai pertemuan, terbuka dan umumnya bersifat rahasia. Biasanya setiap pertemuan/rapat dilakukan secara rahasia, lebih sering pada waktu malam hingga dini hari !. Baik untuk pertemuan rutin, terutama pertemuan khusus dan yang bersifat dadakan.
Salah satu gaya, perilaku dan lakon para mafioso antara lain terlihat , bahwa bilamana sedang berlangsung sidang di depan pengadilan, para oknum nakal (yang telah menyusup) ini tampak sudah sangat menguasai materi bidang ilmu hukum dan berdebat (seolah) secara "all out" (habis-habisan). Terkadang tampak sambil berkecak pinggang , bahkan terlihat ganas sambil menggebrak-gebrak meja serta dengan teriakan yang sangat keras dan membahana.
Padahal, seusai sidang, dan sesuai waktu dan tempat yang telah ditentukan dan disepakati (sebelumnya) , para mafioso lalu mengadakan pertemuan sambil "kongkow-kongkow", duduk-duduk - bersantai-ria sekaligus ngerumpi atau markombur ( bahasa Simalungun), sambil makan minum-minum ( teh, kopi, capuccino, dan lain-lain) guna mengatur strategi/siasat mengenai siapa yang akan dimenangkan dalam suatu perkara. Lalu siapa yang akan dikalahkan, dan berapa besaran jumlah uang yang akan diperoleh/dihasilkan yang untuk kemudian, ketika tiba waktunya lalu dibagi-bagikan secara pro rata dan atau secara proporsional kepada masing-masing anggota mafia.
Didalam membagi-bagikan dan atau menerima uang hasil operasi, jangan ditanya, mereka juga ekstra hati-hati. Amat sangat teliti dan hampir tanpa cela. Setiap materi yang akan dibagikan dan atau yang akan diterima, berupa uang atau non-uang dari pihak dibantu/tolong, umumnya tidak diterima melalui pemindahbukuan/non-tunai di rekening bank , atau tidak berupa cheque atau bilyet giro dan lain-lain.
Karena praktik penerimaan hasil seperti ini, mereka yakini dan sesuai pengalaman, cepat atau lambat pasti akan terdeteksi dan ketahuan dan berbahaya karena pasti akan terpantau pada administrasi pembukuan bank dan termonitor oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Sehingga setiap penerimaan hasil jasa, umumnya dilaksanakan secara kontan/tunai (fisik) disebuah tempat dan waktu tertentu (secara rahasia) yang telah disepakati bersama antara pihak yang ditolong dengan mafioso.
Mafioso
Istilah "mafia hukum" mencuat dan semakin populer tatkala muncul kasus pembunuhan terhadap Nasruddin Zulkarnaen, seorang direktur salah satu perusahaan BUMN, yang diduga dilakukan atas suruhan mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, yang juntrungan kasus dan keputusan hukumannyapun penuh misteri dan banyak mengandung kejanggalan dan tidak masuk akal sehat manusia normal.
Bahkan istilah mafia semakin populer tatkala muncul kasus mafia pajak "Gayus". Ibarat benang "kusut" , yang diduga banyak melibatkan pejabat teras negeri, di bidang hukum maupun non-hukum. Termasuk kasus Sjahril Djohan yang diduga sebagai mafia hukum, dimana kedua kasus ini terbongkar berkat testimoni dan keterbukaan pengungkapan oleh Komjen Polisi Susno Duadji, perwira tinggi gagah berani , yang mengungkap namun (eehh ... ) malah ditangkap !, dengan berusaha mencari-cari kelemahan dan kesalahan sang jendral hingga ke yang secuil-cuilnya.
Termasuk berbagai kasus jumbo lain seperti kasus bail out Bank Century sebesar Rp. 6,7 triliun, kasus rekening gendut pati Polri , kasus suap Deputy Gubernur Senior BI Miranda Goeltom yang "memenjarakan" sejumlah politisi partai, dan lain-lain yang hingga kini masih menyimpan "sejuta misteri" dan seolah tak tersentuh hukum. Meski terdapat beberapa diantaranya sudah mendapat keputusan pengadilan, namun oleh sebahagian besar kalangan masyarakat masih dirasa jauh dari keterbukaan, apalagi jauh dari rasa keadilan.
Kasus Anggodo Widjojo, juga belum mengungkap fakta sebenarnya. Siapa yang menyuap dan siapa saja yang disuap (kepada siapa-siapa saja "uang" suap diberikan). Termasuk , apakah benar melibatkan pimpinan KPK (Bibit Samad Rijanto dan Chandra M Hamzah ) yang sudah di "anugerahi" deponeering (mengesampingkan perkara demi kepentingan umum, sesuai UU No. 16 /2004 Tentang Kejaksaan pasal 35 butir c) oleh Jaksa Agung.
Kasus Antasari Azhar, meski telah di vonis oleh hakim pengadilan selama 18 tahun penjara, namun diduga, masih menyimpan misteri. Fakta di pengadilan belum sepenuhnya terungkap dan terbukti. Antara lain, siapa pembunuh (hukum material) Nasruddin Zulkarnaen (korban) yang sebenarnya. Terungkap bahwa ketika dipindahkan ke LP Tangerang, Antasari Azhar sempat berucap jangan sampai terjadi error in persona dan error in objecto dalam kasusnya.
Bahwa siapa yang berbuat, dialah yang harus dihukum. Jangan sampai menghukum orang tidak bersalah. Jangan pula sampai mempelesetkan dan atau "me-melar-kan" kasusnya, apakah kasus dugaan pembunuhan ataukah kasus cinta segitiga ( Rani Juliani ) bak roman picisan ?. Seperti rekayasa kasus tapu sulit untuk membuktikannya, yaitu, gara-gara bergentayangannya para mafioso di bumi pertiwi !.
Ketika itu bahkan Antasari Azhar berkata dan dengan penuh harap, dimana kedepannya Indonesia harus bersih dari berbagai praktik korupsi. Korupsi sudah sangat "menggurita" dan sudah meraja-lela hampir diseluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, survei membuktikan bahwa Antasari Azhar merupakan sosok pria pemberani dan pelopor penangkapan dan penahanan para koruptor hingga menginap di hotel prodeo, khususnya bagi para koruptor kelas kakap, tanpa pandang bulu !.
Sjahril Djohan, pria yang meski sudah berusia tua namun masih tampak gagah/"flamboyan dan berwibawa. Sosok yang diduga sering mangkal di lokasi-lokasi kantor para penegak hukum. Bahkan disinyalir kala itu memiliki "lapak" atau ruangan kantor di lingkungan Mabes Polri. Yang bersangkutan telah dihukum tapi relatif "ringan" dan kelanjutannya seolah selesai begitu-begitu saja tanpa ada orang /oknum lain, apalagi tokoh "kunci" yang terseret atau terjerat hukum , baik dari oknum pejabat Polri maupun non-Polri.
Berikut dugaan kasus Cyrus Sinaga, jaksa yang terkesan "alot" untuk memprosesnya. Sehingga sampai mengundang teka teki dan atau spekulasi bahwa dia memegang "kartu truf" dalam kasus Antasari Azhar. Tapi syukurlah, meski last but not least (lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali) , baru baru ini Polri telah menetapkannya sebagai tersangka dan sekaligus melakukan penahanan.
Tanpa dinyana, mencuat pula (lagi) kasus perbankan yang diduga dilakukan oleh seorang "kartini" berjabatan senior relationship manager bernama "Malinda Dee". Diduga telah menggelapkan uang nasabah sebesar Rp. 17 miliar dan kasus debt collector ( juga di Citibank) yang memakan korban tewas debiturnya. Disusul kasus pembobolan deposito di Bank Mega senilai kurang lebih Rp. 111 miliar, kali ini dilakukan oleh "kartono" , direktur keuangan PT. Elnusa, salah satu anak perusahaan Pertamina , yang "secara" logika ulahnya pasti tidak akan berhasil jika tidak dibantu dan atau terdapat kerja sama dengan orang dalam bank !.
Penutup
Mafia, sebuah organisasi tidak tampak dalam sebuah bentuk sebagaimana halnya bentuk organisasi resmi . Organisasi mafia merupakan organisasi illegal. Mafia eksis di dalam praktik kehidupan sehari-hari, ber-organisasi, ber-bisnis, berkarya dan lain-lain. Kalaupun tampak, keberadaan mafia paling-paling tampak secara samar-samar. Malah, kalaupun suatu saat terlihat nyata dan jelas "ulah-jahatnya", pasti tak seorangpun yang berani menegur, apalagi untuk mengusiknya, karena risikonya "nyawa bisa melayang!" !.
Memberantas dan lalu mengikis habis praktik –praktik mafia di bumi "pancasila", mafia hukum, mafia pajak, bahkan kemungkinan ada mafia kredit/perbankan serta mafia-mafia lain , mutlak didukung oleh usaha yang sungguh-sungguh serta bersifat luar biasa ( extra ordinary ).
Luar biasa, dalam arti berupa tindakan nyata. Berani, keras, tegas dan tidak pandang bulu atau tebang pilih. Nobat atau "nongol, babat !" jika muncul praktik-praktik mafia didalam kehidupan pergaulan kemasyarakat, di instansi-instansi/perusahaan, di bank-bank dan lainnya.
Harus langsung dikomandani sang Presiden sebagai "number one" di republik ini!. Siapa takut ?. ***
Penulis adalah Alumnus FHUI Jakarta, Dosen FH Unija Jakarta 1983-1990 dan Pemerhati Masalah Hukum, Sosial & Politik

Tidak ada komentar: