Sabtu, 28 Agustus 2010

PRAPERADILAN ELLY LASUT
Kejati Sulut Dituding
Lakukan Pembangkangan


Senin, 23 Agustus 2010

JAKARTA (Suara Karya): Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Sulut) dituding melakukan pembangkangan terhadap perintah pengadilan karena tidak melaksanakan putusan praperadilan atas nama Elly Lasut, Bupati Talaud nonaktif.
Kuasa hukum Elly Lasut, OC Kaligis di Jakarta, Sabtu, mengatakan, Pengadilan Negeri Manado pada 13 Agustus 2010 telah mengabulkan permohonan praperadilan Elly Lasut.
Dalam putusan praperadilan tersebut, hakim menyatakan bahwa penahanan Elly Lasut oleh penuntut umum pada Kejaksaan Tinggi Sulut tidak sah. Oleh karena itu hakim memerintahkan termohon praperadilan untuk segera membebaskan Elly Lasut dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Manado sesaat setelah putusan tersebut diucapkan.
"Faktanya Kejati Sulut tidak melaksanakan putusan praperadilan tersebut. Bahkan Kejati Sulut kembali melakukan upaya akal-akalan untuk menghindari pelaksanaan putusan praperadilan dengan cara mengajukan kasasi," kata Kaligis.
Kaligis mengatakan, sesuai ketentuan Undang-Undang No 5 tahun 2004 tentang Perubahan pertama Undang-Undang No 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Surat Edaran Mahkamah Agung No 7 tahun 2005, kasasi atas putusan praperadilan tidak dapat diterima.
Dia juga mengatakan bahwa pada sidang praperadilan 9 Agustus 2010 pihak Kejati Sulut selaku termohon telah menghadiri persidangan.
Artinya, dengan demikian Kejati Sulut mengetahui mengenai permohonan praperadilan tersebut. Namun pada 10 Agustus, pada acara jawaban dari termohon, Kejati Sulut melimpahkan berkas perkara ke pengadilan pada pukul 13.00 Wita.
"Pelimpahan berkas perkara itu dilakukan Kejati Sulut untuk menghindari pelaksanaan putusan praperadilan dan melemparkan tanggung jawab ke PN Manado,"kata Kaligis.
Dia mengatakan, sebenarnya sejak 20 Juli 2010 Elly Lasut tidak boleh ditahan oleh kejaksaan. Hal ini sesuai dengan surat Jampidsus kepada seluruh kepala kejaksaan tinggi No.B-217/F/Fd.1/02/2009 tertanggal 2 Februari dan surat pada Mei 2010 yang intinya menyatakan penanganan perkara pidana korupsi saat pemilu ditengarai ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan isu tindak pidana korupsi untuk merusak pencitraan, bahkan menggagalkan pencalonan pihak tertentu.
Kaligis mengatakan, dengan putusan praperadilan tersebut PN Manado harus membuat penetapan untuk mengembalikan berkas perkara yang dikirim oleh jaksa penuntut umum yang tidak sah agar diselesaikan secara benar, dengan membuat surat perintah penunjukan penuntut umum (P-16 a) kemudian diproses secara benar untuk dilimpahkan ke PN Manado.
"Setelah itu perkara atas nama Elly Lasut dapat dilaksanakan.Kalau perkara dipaksakan untuk disidang, maka semua proses dalam persidangan tidak sah, termasuk hakim, jaksa dan semua acara persidangan,"kata Kaligis. (Lerman Sipayung)

Minggu, 22 Agustus 2010


  Transparansi dan Akuntabilitas, Persoalan Mendasar Pelayanan Publik
Dikirim oleh humas pada 2010/8/19 12:00:00

Jakarta, 19 Agustus 2010. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelenggarakan rapat evaluasi supervisi peningkatan pelayanan publik untuk mendorong agar secepatnya ada perbaikan signifikan di sektor layanan publik. KPK kerap menemukan persoalan mendasar dalam pelayanan publik, yaitu belum transparan dan akuntabelnya pelayanan serta prosedur yang panjang. Demikian disampaikan Wakil Ketua KPK, Mochammad Jasin dalam rapat evaluasi supervisi di Balai Agung, Kantor Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 8 – 9 Jakarta Pusat, hari ini (19/8).
Berdasarkan pantauan KPK terhadap unit-unit pelayanan publik di lingkungan DKI Jakarta, baik instansi vertikal maupun horizontal, masih ditemukan sejumlah kekurangan yang harus diperbaiki. Misalnya, pengenaan biaya tambahan yang tidak jelas, petugas yang mempersulit penyelesaian dan  bahkan mengarahkan untuk menggunakan jasa calo, perlakuan diskriminatif terhadap pengguna layanan yang mengurus sendiri dibandingkan yang menggunakan calo, masih  ditemukan pembayaran tidak di kasir, bahkan secara sembunyi-sembunyi di tempat-tempat tertentu, dan masih ada pelayanan jalan pintas dengan biaya lebih yang diberikan kepada petugas. “Masyarakat juga perlu 'dididik' untuk tidak melakukan jalan pintas dalam memperoleh pelayanan, sebab dapat menyuburkan praktik-praktik korupsi”, tambah Jasin.
Di sisi lain, KPK juga memberikan apresiasi kepada 5 pemerintah kota di DKI Jakarta terhadap sejumlah perbaikan yang dilakukan. Beberapa unit layanan di 5 pemkot tersebut telah menerima sertifikasi ISO serta memperoleh penghargaan nasional dan internasional. Perbaikan lainnya, sebagai contoh,  di Jakarta Timur, dalam pengurusan KIR, Dinas Perhubungan Provinsi DKI mewajibkan setiap penguji KIR untuk langsung datang ke loket-loket dan tidak berhubungan dengan perantara. Informasi ini diumumkan setiap 10 menit melalui pengeras suara. Selain itu, juga dibuat papan informasi mengenai prosedur pengujian, biaya uji, hingga larangan berhubungan dengan perantara dalam mengurus perpanjangan uji KIR. Di BPN Jakarta Barat dipasang papan pengumuman yang berisi larangan memberi/menerima imbalan, dan penerapan sanksi yang tegas kepada petugas yang menerima imbalan. Di Jakarta Pusat, perbaikan layanan publik di antaranya dilakukan dengan penambahan unit pelayanan prima terpadu, pengembangan jaringan informasi dan komunikasi serta perubahan layanan manual ke elektronik. Di Jakarta Utara sendiri terdapat 6 unit layanan publik yang telah menerima sertifikasi ISO. Sedangkan di Jakarta Selatan, upaya pencegahan korupsi dilakukan dengan mencanangkan penandatanganan Kontrak Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicator). 
Dalam rapat tersebut, KPK kembali mengharapkan komitmen tinggi instansi-instansi layanan publik untuk secara konsisten melaksanakan rencana tindak yang telah dibuat. Rapat evaluasi ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan koordinasi dan supervisi terhadap layanan publik di DKI Jakarta, sebagai bagian program supervisi KPK di sektor pencegahan korupsi, yang didasarkan pada hasil survei integritas KPK 2008.
Informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
Johan Budi SP