Kamis, 22 Juli 2010

Hakim Pertimbangkan Lakukan Sita Jamin Atas Aset TMII

Selasa, 24 Februari 2004 | 21:20 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Majelis Hakim perkara sengketa tanah warga Pinang Ranti mempertimbangkan untuk melakukan sita jamin atas aset-aset para tergugat I-VI, yaitu Panglima TNI, Ketua Yayasan Harapan Kita, Mendagri, Kepala Kantor Wilayah Pertanahan DKI Jakarta, Gubernur DKI Jakarta, serta Wali Kota Jakarta Timur.

"Majelis hakim akan pertimbangkan hal itu," kata Ketua Majelis Hakim Fritz John Polnaja, dalam sidang perkara itu, Selasa (24/2), di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Permintaan untuk melakukan sita jamin itu dilakukan oleh pengacara warga Pinang Ranti, Petrus Leatomu, yang khawatir para tergugat tidak dapat melunasi gugatan warga.

Aset-aset tanah yang dimohonkan untuk disita jamin oleh Petrus, adalah tanah dan bangunan Markas Kodam X Jaya di Jl .Mayjend Sutoyo Cawang Jakarta Timur, aset dan bangunan Taman Mini Indonesia Indah dan tanah dan bangunan di Jl. Teuku Umar No 10-12 Jakarta Pusat (milik tergugat II), tanah dan bangunan Wali Kota Jakarta Timur di Jl. Sentra Primer Baru Timur Jakarta timur, tanah dan bangunan di Jl. Lembur No 1 Kelurahan Makasar Jakarta timur miliki tergugat V dan tanah dan bangunan milik tergugat VI di Jl. SMU Negeri 48 Kelurahan Pinang Ranti Jakarta Timur.

Dalam perkara ini, Petru mengatakan, ia menggugat para tergugat untuk membayar kerugian immaterial yang dialami oleh warga Pinang Ranti dan pemilik asli tanah itu, Emmy Ningtyas de Groot, sebesar Rp 5.005.000.000.000,- (lima trilun lima miliar rupiah), serta uang paksa (dwangsom) sebesar 25 juta rupiah per hari.

Di luar sidang, Petrus mengatakan permintaan itu tidak berlebihan. "Tanah itu sudah dipakai sejak tiga puluh tahun yang lalu dan tidak pernah dibayar kepada para penggugat," kata Petrus.

Sedangkan pengacara Ketua Yayasan Harapan Kita, Mariano, menanggapi permintaan itu dengan hanya menyunggingkan senyuman. Menurutnya, seluruh aset yang ada di Taman Mini Indonesia Indah sangat besar. "Nilainya triliunan rupiah," ujar Mariano mengenai aset taman hiburan seluas 150 hektar itu.

Sengketa tanah antara warga RT 004 RW 02, Kelurahan Pinang Ranti Kecamatan Makasar Jakarta Timur dengan Kodam Jaya meruak setelah lahan garapan seluas 30.600 meter persegi itu akan untuk dijadikan rumah sakit Kodam Jaya. Kodam Jaya hendak menggunakan tanah yang saat ini dihuni 111 keluarga atau sekitar 400 jiwa itu, setelah mendapatkan surat hak pakai dari Yayasan Harapan Kita.

Warga Pinang Ranti mengaku menggarap tanah yang bersebelahan dengan TMII itu berdasarkan izin dari pemilik asli tanah itu, Emmy Ningtyas de Groot. Kepemilikan Emmy dalam perkara ini, berdasarkan Ekstrak van Verponding Induk Nomor 2000 dengan pecahan dari Eigendom Verponding Nomor 8150. Kemudian, menurut warga, pada tahun 1982 Ketua Yayasan Harapan Kita menyerobot tanah itu, dan bersama Kantor Wilayah Pertanahan menerbitkan 30 sertifikat hak pakai atas nama Yayasan Purna Bhakti Pertiwi pada 2003.

Indra Darmawan - Tempo News Room

Patung dan Rumah Eks Soedirman Jadi Hak Ahli Waris Roto Suwarno

Patung Jenderal Soedirman yang berada di kawasan wisata sejarah Monumen Nasional Panglima Besar Jenderal Soedirman di Bukit Gandrung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Rabu (21/07). Tempo/ISHOMUDDIN

TEMPO Interaktif, Pacitan - Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan, Daniel R Masadu, menegaskan bahwa aset patung dan rumah yang pernah dijadikan markas Panglima Besar Jenderal Soedirman di Bukit Gandrung, Kampung Sobo, Desa Pakisbaru, Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, memang menjadi hak ahli waris Roto Suwarno. Roto adalah bekas ajudan Jenderal Soedirman semasa bergerilya di wilayah setempat.

“Kalau tanahnya sebenarnya tidak bermasalah. Yang sekarang jadi masalah bangunan di atasnya yakni patung yang berdiri diatas tanah negara dan juga rumah yang berdiri di atas tanah hak milik Roto Suwarno,” kata Daniel saat ditemui TEMPO di kantornya Jalan Letjen Soeprapto, Rabu (21/7).

Meski patung dan rumah tersebut jadi hak ahli waris Roto, Daniel menghimbau agar ahli waris menyerahkannya ke negara. “Saya yakin pihak ahli waris sadar karena patung dan rumah yang pernah dijadikan markas itu bersejarah,” katanya.

Bupati Pacitan Sujono, mengaku heran dengan sikap ahli waris Roto yang tetap kukuh meminta ganti rugi Rp 40 milyar atas tanah dan aset di atas tanah hak milik almarhum Roto itu. “Kami sudah beberapa kali bicara tapi mereka tetap enggak mau," katanya.

Menurut Sujono, selama ini Pemkab menawarkan ganti-rugi senilai Rp 4,2 miliar.

Untuk membicarakan masalah ini, Jum’at mendatang Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Pekerjaan Umum dan Cipta Karya, Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI), dan pihak ahli waris berencana menggelar pertemuan di Jakarta.

Pemkab setempat sudah menaksir harga tanah yang dikuasai ahli waris sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah setempat yang berkisar Rp 30.000 per meter persegi. Ini diakui Kepala Urusan Pembangunan Desa Pakisbaru, Lamidi. “Nilai tanah di wilayah sini rata-rata memang sekitar Rp 30.000 per meter persegi,” katanya saat ditemui di lokasi monumen.

Kawasan bekas gerilya Jenderal Soedirman semasa memimpin Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) tahun 1949 saat melawan penjajah Belanda yang kini jadi monumen itu luasnya 10,7 hektar. Lahan 6,4 hektar merupakan tanah negara dan 4,3 hektar sisanya awalnya dimiliki warga dan sudah dibeli serta jadi hak milik Roto.

Almarhum Roto yang meninggal 1993 pernah mengajukan izin hak pakai tanah negara 6,4 hektar itu di tahun 1991 dan izin dari Kantor Pertanahan setempat turun tahun 1993 atas persetujuan bupati dengan masa pakai sepuluh tahun dari 1994 hingga 2004. Lahan itu dimanfaatkan untuk membangun monumen dan patung Soedirman serta mendirikan perpustakaan.

Setelah masa hak pakai habis, pemerintah melakukan revitalisasi monumen sejak awal 2008 hingga diresmikan Desember 2008 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pemerintah juga berupaya membeli lahan 4,3 hektar yang jadi hak milik ahli waris Roto. Namun tawaran pemerintah ditolak. Bahkan saat ini ahli waris melelang patung dan rumah bekas markas melalui internet karena dinilai masih jadi hak ahli waris.

Rumah yang pernah dijadikan markas itu memang berdiri diatas tanah hak milik Roto sedangkan patung Soedirman yang digagas Roto dan dibuat seniman asal Yogyakarta, Saptoto, berdiri diatas tanah negara.