Rabu, 12 Mei 2010

Pengadilan Pajak akan diawasi Komisi Yudisial

Oleh: Anugerah Perkasa
JAKARTA (Bisnis.com): Komisi Yudisial (KY) akan mengawasi Pengadilan Pajak terkait dengan rencana pembenahan institusi tersebut.Dalam hal ini, komisi akan bekerja sama dengan Mahkamah Agung (MA).

Koordinator Bidang Hubungan Antar Lembaga Soekotjo Soeparto mengatakan saat ini pengadilan pajak menjadi sorotan oleh semua pihak. Setelah kasus Gayus Tambunan terungkap, barulah diketahui institusi penegakan hukum ini menyimpan banyak masalah.

Oleh karena itu, sambungnya, berdasarkan Pasal 40 UU No.48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan KY melakukan pengawasan eksternal terhadap hakim. "Hakim pajak merupakan objek pengawasan oleh MA, ini otomatis juga menjadi objek pengawasan oleh KY. Kami akan berkoordinasi dengan MA untuk melakukan pengawasan para hakim Pengadilan Pajak," ujar Soekotjo di Jakarta hari ini.

Dia menuturkan pihaknya juga tidak menutup kemungkinan untuk segera melakukan pemantauan ke pengadilan tersebut terkait dengan kode etik dan perilaku hakim dalam menjalankan tugasnya. Menurut Soekotjo,pihaknya ingin mengetahui apakah tata cara beracara sudah benar atau hakim sudah menjalankan profesinya secara profesional dan proporsional.

Rencananya KY pada 10 Mei 2010 akan terlibat dalam penyusunan nota kesepahaman dengan Kementrian Keuangan dan MA terkait pembenahan Pengadilan Pajak tersebut. "Ini dalam masa transisi. Oleh karena itu, semua pihak menginginkan yang terbaik. Selain itu ada pula yang mengusulkan bahwa pengadilan ini tidak hanya ada di Jakarta, melainkan minimal di lima kota besar," ujar Soekotjo.

Ketika dikonfirmasi apakah KY sejauh ini sudah menerima laporan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran etika hakim pajak, Soekotjo mengaku belum mengetahui secara detil. Selama ini, KY lebih banyak menerima laporan dari pengadilan di luar Pengadilan Pajak.

Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelumnya menilai potensi korupsi terbesar dalam kasus pajak terletak pada pengadilan pajak di mana persentase kekalahan yang dialami negara mencapai 70%-80% selama periode 2002-2009.  Dugaan suap dilakukan dari proses banding hingga hakim pajak.

Koordinator Monitoring dan Analisis Data ICW Firdaus Ilyas mengatakan ada empat potensi korupsi dalam pengelolaan pajak yang jarang mendapat perhatian publik. Titik-titik itu adalah pengadilan pajak, proses rekonsiliasi data, penagihan piutang negatif dan restitusi pajak.

“Tapi dugaan paling besar terletak pada proses pengadilan pajak. Ada dugaan suap dari proses pengajuan banding, hingga hakim pajak. Selama 2002-2009, putusan paling besar dimenangkan oleh Wajib Pajak,” ujar Firdaus.

Data ICW menunjukkan selama 2002-2009 total berkas gugatan dan banding yang masuk ke pengadilan pajak sebanyak 22.249 berkas di mana 16.953 berkas dapat diterima secara formal, dan sisanya ditolak. Ternyata, total putusan yang mengabulkan gugatan Wajib Pajak mencapai 13.672 berkas atau mencapai 81%.

Firdaus menyatakan selama periode tersebut DJP tidak memiliki performa yang baik karena lebih banyaknya kekalahan yang dialami pemerintah ketika berkas itu masuk pengadilan. Sehingga, paparnya, upaya untuk meningkatkan pendapatan negara menjadi tidak maksimal.(msb)
 

Tidak ada komentar: