Senin, 24 Mei 2010

Hukum dan Politik tidak Bisa Dilepaskan
Rabu, 05 Mei 2010 07:53 WIB     
Penulis : Vini Mariyane Rosya




JAKARTA--MI: Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Doko Suyanto mengatakan penegakan hukum sebenarnya tak bisa lepas begitu saja dari berbagai isu politik yang berkembang saat ini. Hukum dan poltik saling mempengaruhi, keduanya tak bisa dilepaskan satu sama lain.

"Dalam pembahasan berbagai masalah penegakan hukum, kita tak bisa hanya melihat isu-isu yang menonjol dari sisi penegakkan hukum. Dinamisasi politik saat ini, terutama kasus-kasus lain di ranah politik di Senayan (DPR), tak bisa dilepaskan dari apa yang kita dikusikan dari siang hingga malam ini," ungkapnya.

Hal tersebut disampaikannya saat penutupan rapat koordinasi dan konsultasi penegakan hukum yang melibatkan empat institusi hukum di hotel Arya Duta, Menteng, Jakarta, Selasa (4/5) malam.

Empat institusi tersebut yakni Mahkamah Agung, Kementrian hukum dan HAM, Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia, atau yang disingkat menjadi forum Mahkumjakpol.

Sebelumnya, saat pembukaan forum mahkumjkakpol di istana negara, Presiden Susilo bambang Yudhoyono mengingatakan politik dan hukum adalah dua ranah yang berbeda. Karenannya poltisi diingatkan presiden jangan memasuki ranah hukum, begitu pun sebaliknya. Jika tidak, ungkap Presiden, keduanya bisa slaing merusak.

"Kuncinya politisi jangan masuk ranah hukum, penegak hukum jangan masuk ranah politik," ujarnya.

Dikatakan Djoko, kasus-kasus yang hangat dibicarakan oleh politisi DPR tersebut seperti kasus Century, haruslah pula menjadi konsentrasi (concern)
dari penegak hukum dalam mengambil kebijakan hukum. Penegak hukum, imbuhnya, harus dengan cermat mengamati arah politik dari isu yang berlembang tersebut.

"Apa yang terjadi di ranah politik haruslah pula menjadi perhatian kita bersama. Segala apa ynag digariskan lewat forum bersama ini, seseungguhnya berkaitan erat dengan isu-isu politik yang ada. Saya percaya dinamika diskusi yang terjadi di rapat-rapat pleno tak bisa melepaskan kondisi politik," tegasnya.

Diingatkan Djoko, roh penegakan hukum tak berarti hanya berdasarkan isu hukum saja. Roh tersebut tetap harus berangkat dari rasa keadilan masyarakat. Tak hanya keadilan yang bersifat hukum formal dan materil saja, tapi menurut Djoko asas keadilan itu sendiri tak boleh dilupakan.

"Roh hukum adalah keadilan. Ide dan roh harus dari para penegak hukum di lapangan itu sendiri bukan hanya dari isu saja. Karenanya Daftar Inventaris Masalah (DIM) muncul dari pelaku penegak hukum biar ketemu sinkronisasi tadi," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Djoko juga mengingatkan diskusi panjang antar institusi hukum tresebut akan tak berarti jika implementasi di lapangan tak sesuai. Komitmen melaksanakan keputusan bersama, menjadi kata penting bagi masyarakat.

"Keinginan masyarakat tersebut sederhana, publik hanya ingin keadilan terpenuhi. jadi implementasi kuncinya. Tak hanya melaksnaakan, tapi juga mensosialisasikan," tandasnya.

Keadilan, tak hanya untuk mereka yang menjadi korban, tapi juga pelaku. Karenaya, para penegak hukum harus berani menindak aparatnya yang terbukti menyelewenagkan kewenagannya yang merugikan dua pihak tersebut.

"Tekad yang sama juga harus ditunjukkan keempat institusi utuk menghukum para penegak hukum yang memepermainkan hukum dan merugikan baik korban maupun pelaku kejahatan," pungkansya.

Dalam penutupan tersebut keempat institusi dan menkopolhukam mennadatangani surat keputusan bersama yang akan menjadi landasan pelaksanaan hasil diskusi yang melibatkan petinggi empat institusi tersebut. Rapat ini diikuti pula oleh Ketua Pengadilan Tinggi, Kepala Kantor wilayah kementrian hukum dan HAM, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Polda, dan kepala Divisi Pemasyarakatan se-Indonesia. (*/OL-7)

Tidak ada komentar: