Jumat, 23 Juli 2010

EIGENDOM VERPONDING

Berikut ini adalah artikel kiriman dari Bp. Bambang Sukamto, SH dari PT. KTU Verluis Indonesia.
Masalah Eigendom verponding yang sering diucapkan oleh sementara orang,baik itu awam atau orang instansi berdasarkan pengalaman kerja kami yang sekian lama,pada dasarnya mereka kurang  mengerti arti inti hukum dari  istilah itu apa lagi dengan kekuatan berdirinya Departemen Hukum Dan Hak Asasasi Manusia kini.
Di bawah ini kami ingin memberikan keterangan inti dari arti dan status hak kepemilikan tanah dan bangunan Eigendom dalam scope umum;
1 .Dalam bahasa Belanda  “ Eigendom” berarti sebagai suatu hak pemilikan tetap terhadap suatu aset tanah atau bangunan, biasanya di daftar Letter C.
2.Verponding adalah surat nomor tagihan pajak atas tanah /bangunan yang dimaksudkan.
3.Istilah Verponding ini kemudian diganti dengan Surat Pajak Hasil Bumi dan Bangunan yang sekarang kita kenal dengan nama SPPT PBB.
4.Istilah Eigendom atas tanah/bangunan hanyalah suatu istilah nama yang mana karena kurangnya penegasan pengetahuan umum bahasa dan hukum sering dipastikan milik Belanda/asing non Belanda.
5. Kalau kita –kita paham sekali,lalu bagaimana menyikapi masalah penyerobotan tanah Eigendom dimana pemiliknya adalah jelas-jelas WNI? Kita bisa mengambil contoh kasus Tanah Eigendom milik pejuang  bangsa kita Alm Dr Soetama. Beliau semula memiliki tanah Eigendom seluas 7 Ha. Namun pada akhirnya hanya bersisa 2.400 M2 saja.
Ada pula tanah/bangunan Eigendom milik Alm R. Surya Gondo Kusuma (mantan Gubernur Jateng) yang begitu saja diduduki instansi Dinas Pembibitan Dep.Pertanian. Karena dikategorikan tanah bangunan milik Belanda, ahli waris pemilk hanya bisa gigit jari.
Ini kami paparkan karena kami adalah orang lapangan yang sehari-hari bergelut dengan masalah tersebut yang beraneka ragam bentuknya terhadap/pada setiap obyek.
6. Jadi pemilik-pemilik tanah bangunan Eigendom bisa saja;
    a. pemilik awal dahulu adalah orang asing yang berwarga negara RI di zaman Belanda.
    b. ahli waris orang tersebut yang WNI ,karena ahli waris itu seorang pribumi ( Nyai-
nyai ) apa lagi anak-anaknya. Dari pisahnya ikatan pernikahan setelah suami
meninggal  dunia maka status istri /ahli waris kembali menjadi pribumi.
    c. orang-orang WNI dan pribumi bangsa kita yang kebanyakan ekonominya lemah
hingga tidak mampu melaksanakan konversi/pendaftaran  ulang seperti kesempatan
dari negara tahun 1964 dan 1974.
Permasalahan yang sering terjadi di lingkungan perkotaan adalah: 90 % terjadi okupasi (pendudukan) terhadap tanah-tanah tersebut. Okupasi tersebut dilakukan baik oleh instansi maupun perorangan, yang terkadang bahkan dilakukan atas dasar rekomendasi dari P3MB. Hal ini sangat kuat dan secara tidak tertulis diakui oleh semua pihak. Sebab pada saat itu Presiden menyatakan bahwa negara dalam keadaan “Darurat  Perang” ( sepanjang ingatan kami, hal ini terjadi waktu kasus Irian Barat).
Sejak dari sinilah  timbul kerancuan-kerancuan mengenai pemilikan atas tanah-
tanah tersebut. Timbulnya salah pengertian mengenai Eigendom tersebut adalah
identik dengan Belanda. Dengan bukti dasar semu sejak pendudukan Jepang, Belanda-
(bahkan bangsa kita yang berpostur mirip Belanda-Arab) lari meninggalkan tanah dan
rumahnya mengungsi sampai keluar negeri. Sehingga mulai saat itu kalau ada rumah
kosong dipastikan milik orang Belanda atau mirip Belanda. Mereka semua lari
mengungsi karena takut dibantai oleh Jepang.
Sebagai lanjutan dari uraian keterangan kami tersebut di atas, sebenarnya banyak sekali contoh bukti kasus Eigendom dan sejenisnyayang kami tangani. Ada yang selesai dengan posisi ahli waris babak belur dan harus mau terima apa adanya.Terutama  tanah /bangunan yang dikuasai TNI/POLRI.
Semua ulasan ini kami sumbangkan kepada Bapak Joyo Winoto sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN)  guna bantuan menyikapi penataan sistem  koordinasi antar instansi dan badan hukum legal dan sosialisasi kepada lurah-lurah /Kepala Desa karena 99% keruwetan mulai timbul dari level ini.
Mohon  perhatian bahwa di Kantor-kantor Kelurahan/Kepala Desa, sering kita temui bahwa Buku Letter C tidak ada. Dengan alasan dibawa oleh Lurah/Kepala Desa terdahulu dan (dinyatakan ) hilang. Inilah sumber dari gelapnya situasi dan kondisi. Menurut peraturan Undang-Undang Kepegawaian Negeri bukankah menghilangkan buku Letter C yang merupakan panduan kepemilikan utama dapat dikenakan berbagai sanksi, yang bahkan sampai dengan Pidana? Hal ini mohon benar-benar disikapi tegas.
Demikian ulasan kami semoga bisa membanntu kebijakan Reforma Agraria. Dengan point memediasi representasi legal menekan Opportunity lost ketitik nol dan obsesi 1000 Trilliun Rupiah masuk ke Sistem Ekonomi dan Politik di Indonesia.
Hormat kami.
Bambang Sukamto SH
PT Kantor Tata Usaha Versluis Indonesia
No HP :  081913144631
E-mail : bambang1@hotmail com

Tidak ada komentar: