Sabtu, 17 Juli 2010

Repotnya Menjerat Yusril

Jum'at, 16 Juli 2010 | 23:28 WIB
Sebagai ahli hukum, Profesor Yusril Ihza Mahendra mestinya memberikan teladan bagi warga negara untuk patuh hukum. Boleh saja ia menggugat keabsahan Jaksa Agung Hendarman Supandji, tapi gugatan ini mestinya tak digunakan sebagai alasan untuk menghindari pemeriksaan kejaksaan. Bagaimanapun ia telah ditetapkan sebagai tersangka kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum).
Kasus korupsi yang menjerat Yusril itu bermula pada 2001 ketika Departemen Kehakiman bekerja sama dengan PT Sarana Rekatama Dinamika dan Koperasi Pengayoman Pegawai di kementerian ini. Mereka membuat sistem administrasi badan hukum secara online. Masyarakat yang memanfaatkan layanan ini dikenai biaya akses, yang kemudian menjadi pendapatan PT Sarana dan Koperasi Pengayoman. Yusril pun diseret karena dialah Menteri Kehakiman saat itu.
Praktek yang diduga merugikan negara Rp 147 miliar itu sebelumnya telah membuat dua bekas pejabat penting dijebloskan ke penjara. Mereka adalah mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, yakni Romli Atmasasmita, yang sudah divonis hukuman 1 tahun penjara di tingkat pengadilan banding. Begitu juga Syamsudin Manan Sinaga, yang pernah memegang jabatan yang sama, mendapat ganjaran yang sama di pengadilan tinggi.
Berbeda dengan dua bekas pejabat eselon satu itu, Yusril, yang ditetapkan sebagai tersangka sejak akhir Juni lalu, rupanya melakukan perlawanan sengit. Ia menyerang balik dengan menggugat keabsahan Jaksa Agung Hendarman. Menurut dia, Hendarman tidak pernah dilantik lagi setelah masa jabatan Kabinet Indonesia Bersatu I berakhir pada 20 Oktober 2009. Yusril bahkan membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi. Ia berpendapat, karena Jaksa Agung ilegal, secara hukum segala tindakan yang mengatasnamakan Jaksa Agung juga tidak sah, termasuk penetapan statusnya menjadi tersangka.
Langkah Yusril itu sah-sah saja. Bila dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, gugatan itu juga bisa menjadi pelajaran bagi Sekretariat Negara agar tak ceroboh dan main-main dalam soal administrasi negara. Namun kita patut menyesalkan mangkirnya Yusril dari panggilan kejaksaan.
Soal keabsahan Jaksa Agung dan penetapan status Yusril menjadi tersangka sebenarnya dua hal yang berbeda. Mahkamah Konstitusi bisa saja memutuskan bahwa Jaksa Agung tidak sah statusnya, tapi itu tak menggugurkan hak Kejaksaan Agung untuk mengusut perkara. Manuver yang dilakukan Yusril sekarang hanya membuat orang bingung. Sebab, jika logika Yusril dituruti, ribuan kasus yang ditangani kejaksaan selama era Hendarman Supandji perlu ditinjau lagi. Tak sedikit koruptor yang telah dihukum harus dilepas lagi.
Kalau Yusril terus-menerus menghindar dari pengusutan kasus Sisminbakum, ia akan menjadi bahan tertawaan publik. Orang justru akan menganggap bahwa langkah hukumnya mengusik status Jaksa Agung Hendarman hanyalah akal-akalan untuk lari dari persoalan.

Tidak ada komentar: