Repotnya Menjerat Yusril
Jum'at, 16 Juli 2010 | 23:28 WIB
Sebagai ahli hukum, Profesor Yusril
Ihza Mahendra mestinya memberikan teladan bagi warga negara untuk patuh
hukum. Boleh saja ia menggugat keabsahan Jaksa Agung Hendarman Supandji,
tapi gugatan ini mestinya tak digunakan sebagai alasan untuk
menghindari pemeriksaan kejaksaan. Bagaimanapun ia telah ditetapkan
sebagai tersangka kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum).
Kasus korupsi yang menjerat Yusril itu bermula pada 2001 ketika
Departemen Kehakiman bekerja sama dengan PT Sarana Rekatama Dinamika dan
Koperasi Pengayoman Pegawai di kementerian ini. Mereka membuat sistem
administrasi badan hukum secara online. Masyarakat yang
memanfaatkan layanan ini dikenai biaya akses, yang kemudian menjadi
pendapatan PT Sarana dan Koperasi Pengayoman. Yusril pun diseret karena
dialah Menteri Kehakiman saat itu.
Praktek yang diduga merugikan negara Rp 147 miliar itu sebelumnya
telah membuat dua bekas pejabat penting dijebloskan ke penjara. Mereka
adalah mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, yakni Romli
Atmasasmita, yang sudah divonis hukuman 1 tahun penjara di tingkat
pengadilan banding. Begitu juga Syamsudin Manan Sinaga, yang pernah
memegang jabatan yang sama, mendapat ganjaran yang sama di pengadilan
tinggi.
Berbeda dengan dua bekas pejabat eselon satu itu, Yusril, yang
ditetapkan sebagai tersangka sejak akhir Juni lalu, rupanya melakukan
perlawanan sengit. Ia menyerang balik dengan menggugat keabsahan Jaksa
Agung Hendarman. Menurut dia, Hendarman tidak pernah dilantik lagi
setelah masa jabatan Kabinet Indonesia Bersatu I berakhir pada 20
Oktober 2009. Yusril bahkan membawa persoalan ini ke Mahkamah
Konstitusi. Ia berpendapat, karena Jaksa Agung ilegal, secara hukum
segala tindakan yang mengatasnamakan Jaksa Agung juga tidak sah,
termasuk penetapan statusnya menjadi tersangka.
Langkah Yusril itu sah-sah saja. Bila dikabulkan oleh Mahkamah
Konstitusi, gugatan itu juga bisa menjadi pelajaran bagi Sekretariat
Negara agar tak ceroboh dan main-main dalam soal administrasi negara.
Namun kita patut menyesalkan mangkirnya Yusril dari panggilan kejaksaan.
Soal keabsahan Jaksa Agung dan penetapan status Yusril menjadi
tersangka sebenarnya dua hal yang berbeda. Mahkamah Konstitusi bisa saja
memutuskan bahwa Jaksa Agung tidak sah statusnya, tapi itu tak
menggugurkan hak Kejaksaan Agung untuk mengusut perkara. Manuver yang
dilakukan Yusril sekarang hanya membuat orang bingung. Sebab, jika
logika Yusril dituruti, ribuan kasus yang ditangani kejaksaan selama era
Hendarman Supandji perlu ditinjau lagi. Tak sedikit koruptor yang telah
dihukum harus dilepas lagi.
Kalau Yusril terus-menerus menghindar dari pengusutan kasus
Sisminbakum, ia akan menjadi bahan tertawaan publik. Orang justru akan
menganggap bahwa langkah hukumnya mengusik status Jaksa Agung Hendarman
hanyalah akal-akalan untuk lari dari persoalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar