Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) bertemu Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk membahas
raibnya aset negara dalam bentuk tanah dan gedung termasuk di DKI
Jakarta, kemarin.
Pertemuan
berlangsung di Kantor KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. "KPK
mengundang BPN sebagai tindak lanjut aset negara", jelas M Sigit,
Direktur Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Hadir
memenuhi panggilan KPK adalah Sekretaris Utama BPN M Manurung, Kepala
Biro Umum Anjar, dan Simbolon, salah seorang Direktur BPN. Di pihak KPK,
hadir M Sigit, Suryohadi, penasihat KPK, Adlinsyah M Nasution, ketua
tim, serta 9 anggota tim.
Dalam
pertemuan tersebut, KPK mempertanyakan pelayanan dan sertifikat yang
dikeluarkan BPN. Tim juga membahas sertifikat PT Perkebunan Nusantara
(PN) III Medan, PTPN VIII Gunung Mas, dan PT Kereta Api.
Mengenai
kasus aset negara yang telah beralih kepemilikan di DKI Jakarta, Sigit
mengatakan sedang mempelajari. "Kalau memang ada aset yang berpindah
tangan, kami akan bicarakan dengan instansi terkait."
Terkait
dengan raibnya 5.302 kendaraan dan aset berbentuk lahan milik Pemprov
DKI, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar meminta supaya
pejabat berwenang memberikan data. "Tolong laporkan ke KPK. Kami juga akan mengumpulkan data dan segera mengambil tindakan. Yang jelas pasti kami tindak lanjuti."
Mengenai
langkah yang akan dilakukan, Haryono menjelaskan KPK akan memanggil
pihak Pemprov DKI dan BPN. Aset paling mencolok yang raib adalah lahan
dan gedung bekas Kantor Wali Kota Jakbar bernilai puluhan miliar.
Mantan
Kepala Bagian Hukum Organisasi dan Tata Laksana Jakarta Barat Manihar
Situmorang menyebutkan Yayasan Saweri Gading memenangi kasus tersebut
karena mendapat surat keterangan dari tiga mantan pejabat Pemprov DKI.
Pertama,
surat Sekda DKI 1994 yang menyatakan lahan di lokasi tersebut bukan
milik Pemprov DKI. Kedua, surat Lurah Tomang yang menyebutkan Yayasan
Saweri Gading memiliki lahan seluas 20 ribu meter persegi termasuk
Kantor Wali Kota Jakbar, serta surat perintah bongkar Wali Kota Jakbar
yang menguatkan Yayasan Saweri Gading sebagai pemilik lahan.
Lebih Rp15 triliun
Aset
dalam bentuk lahan yang raib bernilai lebih Rp 15 triliun. Kewajiban
fasos fasum 2.026 pengembang saja terealisasi Rp3,3 triliun dari puluhan
triliun rupiah. DPRD DKI pada 2000 sudah meminta Kejaksaan Tinggi DKI
untuk mengungkap kasus tersebut.
Di
Jakut, aset milik Pemprov DKI berupa tanah seluas 26,5 ha juga terancam
hilang. Lahan yang dikenal dengan Taman BMW itu diklaim perorangan dan
telah mendapatkan penetapan dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Warga
Jalan Sunter Muara RT 17/5, Kelurahan Sunter Agung, Donald Guilamme bin
Moh Darwis mengklaim tanah tersebut milik ahli waris Saamah. Klaim itu
dilakukan setelah mendapat penetapan PN Jakut nomor
164/Pdt/P/2005/PN.Jkt.Ut tanggal 25 November 2005.
Dalam
penetapan pengadilan yang ditandatangani hakim tunggal Saut H Pasaribu
dan Panitera Pengganti Suyahyo disebutkan tanah milik Saamah berlokasi
di Kampung Papanggo, Jalan RE Martadinata dan Jalan Sunter Permai Raya,
Kelurahan Papanggo. Kepemilikan tto berdasarkan- Eigendom Verponding
Nomor 309, surat ukur tanggal 16 Agustus 1935, yang merupakan pengganti
dari surat ukur tanggal 10 November 1922 nomor 10.
Wali
Kota Jakut Effendi Anas yang dimintai konfirmasi, kemarin, menegaskan
tanah tersebut mumi milik Pemprov DKI. Lahan itu berasal dari kewajiban
tujuh perusahaan di wilayah Jakut. Ketujuh perusahaan itu memberikan
lahan Taman BMW sebagai untuk fasos/fasum.
Ketujuh
perusahaan itu adalah PT Astra Internasional, PT Agung Podomoro, PT
Prospect Motor, PT Indofica Housing, PT Sumber Brothers, PT REAM, dan PT
Yakin Gloria.
"Kami
sudah menelusuri Eigendom Verponding Nomor 309. Hasilnya, lokasi tanah
tersebut pada 1935 terletak di Kampung Papanggo, sedangkan Taman BMW
baru masuk dalam wilayah Kelurahan Papanggo pada 1989," tukas Effendi.
***
Sumber : Media Indonesia, 24 Juni 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar